LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN
BANK MENANGANI KRISIS MONETER 1998
Lahirnya krisis moneter yang tidak terkendali pada era 1998 adalah
bagian dari keteledoran pengawasan pemerintah, terutama menyangkut kurangnya
pengawasan pemerintah terhadap lembaga-lembaga finansial, seperti bank.
Deregulasi perbankan tidak didukung oleh peraturan yang ketat dan, kuat dan
objektif, sehingga pada saat bank-bank melakukan pinjaman luar negeri, justru
nilai rupiah tidak dilindungi dari kurs mata uang asing, khususnya terhadap
Dollar Amerika Serikat. Untuk mengakhiri masa-masa yang terpuruk ini,
pemerintah juga mengambil langkah-langkah kebijakan terhadap aktivitas ekonomi.
1.
Arah
Kebijakan 1997-1999
Globalisasi pasar dunia yang semakin
meluas membawa konsekuensi liberalisasi pasar internasional. Kondisi ini
mengakibatkan sulitnya mengendalikan moneter terhadap tekanan perekonomian
dunia. Dengan krisis nilai tukar Rupiah terhadap valas, terutama USD yang
terjadi sejak pertengahan 1997, mengakibatkan krisis kepercayaan masyarakat
terhadap Rupiah, kemudian terhadap perbankan, dan berlanjut terhadap Pemerintah
atas penanganan krisis dimaksud. Kebijakan-kebijakan moneter dalam periode ini
diarahkan untuk menahan spekulasi valuta asing sekaligus mengamankan cadangan
devisa.
Untuk
mengurangi tekanan depresiasi Rupiah, kebijakan-kebijakan moneter yang ditempuh
melingkupi berbagai hal, antara lain pelebaran band intervensi, pembatasan
transaksi valuta asing oleh perbankan, perubahan system nilai tukar dan
pengetatan likuiditas perbankan. Berbagai langkah tidak sepenuhnya berhasil menahan
laju depresiasi rupiah karena krisis dimaksud dalam waktu singkat telah berkembang
dari semula krisis moneter menjadi krisis ekonomi, krisis sosial budaya, dan
krisis politik sehingga menjadi krisis multidimensi. Dampaknya adalah
kemandegan distribusi barang karena menunggu kestabilan harga jual barang dan
nilai tukar mata uang, serta terjadinya perusakan pusat-pusat perdanggangan
oleh demonstrans yang di PHK akibat banyaknyaperusahaan yag gulung tikar.
Pertumbuhan ekonomi menurun 13,7% dan melonjaknya harga kebutuhan pokok primer
maupun sekunder.
2.
Kebijakan
Devisa Indonesia 1997-1999
Pada periode ini kebijakan devisa
yang dianut masih devisa bebas berdasarkan PP No. 1 tahun 1982 yang kemudian
diperkuat dengan Undang-undang No 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan
Sistem Nilai Tukar. Dalam Undang-undang tersebut ditetapkan bahwa setiap
penduduk bebas memiliki dan menggunakan devisa, namun wajib memberikan
keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa yang dilakukannya. Atas
dasar pengaturan tersebut maka Bank Indonesia mewajibkan bank-bank untuk
menerapkan prinsip kehati-hatian dalam melakukan transaksi devisa maupun dalam
pengelolaannya. Sementara itu, pemilikan dan penggunaan devisa oleh masyarakat umum
belum diatur sistem pelaporannya. Berbagai kebijakan pada periode sebelumnya,
khususnya dalam rangka pengembangan Penanaman Modal Asing (PMA) maupun pinjaman
luar negeri, telah meningkatkan cadangan devisa di awal tahun 1997, apalagi
investor asing semakin tertarik menanamkan dana di Indonesia.
Akan tetapi krisis nilai tukar
Rupiah terhadap valuta asing, terutama dollar Amerika sejak Juli 1997, telah
mengakibatkan pembelian devisa oleh sektor swasta meningkat tajam sehingga
cadangan devisa Indonesia nyaris defisit, padahal jumlah pinjaman luar negeri
saat itu cukup besar. Di pihak lain, terdepresiasinya Rupiah yang sangat dalam
telah memperlemah daya beli devisa untuk pembayaran utang luar negeri. Kondisi
ini salah satu risikonya adalah bahwa letter of credit yang diterbitkan oleh bank-bank nasional tidak
diterima di luar negeri. Risiko selanjutnya, pasokan barang-barang impor
terpenting seperti obat-obatan dan makanan bayi menjadi langka. Untuk mengatasi
hal ini maka Bank Indonesia memberikan jaminan tunai letter of credit dimaksud.
Namun demikian pinjaman luar negeri tersebut bersifat selektif, yaitu harus
memenuhi kriteria-kriteria :
a.
Tidak
dikaitkan dengan ikatan politik
b.
Selalu
mengutamakan pinjaman dengan persyaratan ringan
c.
Penggunaannya
disesuaikan dengan rencana pembangunan
d.
Senantiasa
disesuaikan dengan kemampuan membayar kembali.
3.
Kebijakan
Nilai Tukar Indonesia 1997-1998
Sejak
awal paruh kedua Juli 1997, nilai tukar Rupiah terdepresiasi terhadap valuta
asing, terutama USD. Demikian cepatnya proses penurunan Rupiah tersebut terjadi
sehingga menimbulkan kepanikan pasar. Berbagai kebijakan yang ditempuh Bank
Indonesia tidak berhasil menghentikan laju penurunan nilai tukar tersebut, baik
dalam bentuk pelebaran band intervensi, pengetatan likuiditas perbankan maupun
moral suasi kepada para pelaku pasar. Untuk menyelamatkan cadangan devisa maka
pada tanggal 14 Agustus 1997 band intervensi dilepas dan selanjutnya Indonesia
menerapkan kebijakan nilai tukar mengambang hingga sekarang. Sistem ini
kemudian dikukuhkan dengan Undangundang No.23 dan 24 Tahun 1999. Dalam
Undang-undang tersebut ditetapkan bahwa sistem nilai tukar di Indonesia
ditetapkan oleh Pemerintah setelah mendengar rekomendasi dari Bank Indonesia.
Hal ini dilakukan karena sistem nilai tukar akan berdampak sangat luas, tidak
saja terhadap kegiatan bidang moneter dan sektor keuangan, tetapi juga kegiatan
ekonomi riil.
sumber : BI
Komentar
Posting Komentar