Sistem Bretton Woods dalam Ekonomi Liberal
Sistem Bretton Woods
Sistem Bretton Woods (1944-1976) (Bretton Woods System) adalah sebuah
sistem perekonomian dunia yang dihasilkan dari konferensi yang diselenggarakan
di Bretton Woods, New Hampshire pada tahun 1944. Konferensi ini merupakan
produk kerjasama antara Amerika Serikat dan Inggris yang memiliki beberapa
fitur kunci yang melahirkan tiga institusi keuangan dunia yaitu Dana Moneter
Internasional, Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia. Sistem Bretton Woods
dibentuk dalam rangka menyelesaikan pertarungan yang terjadi antara otonomi
yang dimiliki oleh domestik dan stabilitas internasional, namun dasar yang
terdapat dalam sistem-otonomi kebijakan nasional, nilai tukar tetap, dan
kemampuan untuk mengubah mata uang-satu sama lain saling bertolak belakang. Negosiasi antara Presiden Roosevelt dan Perdana
Menteri Churcill dalam Piagam Atlantik (Agustus 1941) dan Anglo-American
Lend-Lease Agreement (Februari 1942) telah mengukuhkan komitmen kerjasama
antara Inggris dan Amerika Serikat. Bretton Woods system dibentuk
sebagai respon atas keinginan untuk meciptakan perdamaian setelah Perang Dunia
II. Dipimpin oleh Amerika Serikat dan Inggris, beserta 44 negara negara aliansi
Amerika Serikat dan Inggris dan satu negara netral (Argentina), pertemuan
diadakan di Bretton Woods, New Hampshire pada 1-22 Juli 1944.
Sebagai konsekuensinya, kerja sama internasional harus dilakukan pemerintah
negara untuk “mengamankan” perdamaian dan kesejahteraan dunia. Kerja sama
tersebut akan menciptakan pasar dunia dengan modal dan barang yang bergerak
dengan bebas yang kemudian dirgeulasi di bawah sebuah institusi global yang
memiliki kepentingan meningkatkan stabilitas dunia.
Pertemuan panjang tersebut, yang dihadiri oleh John
Maynard Keynes dari Inggris dan Harry Dexter White dari AS, akhirnya
mengambil putusan untuk membangun sistem Bretton Woods (BWS).
Perjanjian Bretton Woods ditandatangani tahun 1944 dan baru bisa dijalankan
dengan baik pada tahun 1947. Sistem ini terfokus pada tiga
pilar yaitu: (1) moneter, melalui IMF (International Monetary Fund)
untuk mengatasi permasalahan utang negara; (2) perdagangan, melalui GATT,
sekarang WTO (World Trade Organization), menginginkan adanya
perdagangan yang lebih bebas baik dalam sektor barang maupun modal; dan (3)
rekonstruksi, memperbaiki keadaan perekonomian negara pasca perang dengan
mendirikan IBRD (International Bank for Reconstruction and Development)
yang kemudian beralih nama menjadi World Bank. Sistem ini menggunakan fixed
exchange rate dengan menggunakan standar dollar-emas sehingga secara
efektif mengakhiri sistem standar emas yang umum digunakan sebelumnya. Jika
dalam sistem standar emas mata uang suatu negara dikonversikan langsung dengan
emas, konversi yang ditetapkan BWS melalui perantaraan dollar dengan
standarnya kurang lebih adalah $35 = 1 ons emas. Jika terjadi ketidakseimbangan
neraca pembayaran (terutama ekspor-impor), perlu dilakukan langkah perbaikan,
baik yang sifatnya sementara (dengan bantuan IMF) maupun bersifat lebih
struktural (melalui devaluasi atau revaluasi). Selain nilai tukar uang, BWS
juga membiarkan negara menjalankan kebijakan moneternya sesuai kondisi dan
kebutuhan negaranya. Dalam BWS, investor internasional adalah korporasi yang
membuka cabanng-cabang perusahaannya tersebar di seluruh dunia, seperti halnya direct
investment yang kemudian berubah menjadi bantuan factory dan industry
ke negara berkembang. Kombinasi tatanan baru internasional dengan otonomi
nasional, pasar yang berbasis masyarakat sosial, kesejahteraan dengan
stabilitas sosial dan demokrasi dalam sistem ini pada akhirnya memang membawa
stabilitas yang lebih baik dalam perekonomian dunia dengan berbagai
penyesuaian di negara tertentu.
Identifikasi
Kondisi Ekonomi yang Melatarbelakangi Sistem Bretton Woods
Dalam konteks ekonomi politik, BWS dilatarbelakangi
secara historis dengan adanya modern globalization yang ditandai
dengan eksistensi Pax Britannica. Inggris
mendominasi industri dan kekuatan merkantilis dan perekonomiannya dimaknai pula
sebagai perekonomian dunia. Inggris juga merupakan eksportir dan importir
terbesar serta adalah pasar utama dari barang-barang pertanian. Keadaan
perekonomian dunia dijalankan melalui kebijakan proteksionisme dalam bidang
perdagangan dan kebijakan war currency dan instability currency
dalam bidang kurs mata uang. Saat itu, secara politik dunia
terikat dalam sistem imperialisme dan secara ekonomi oleh perdagangan,
investasi, dan teknologi. Pertukaran moneter internasional sewaktu itu diatur
dengan standar emas (gold standard) dimana setiap mata uang nasional
(dari segi sirkulasi uangnya) diatur oleh jumlah emas yang dimiliki bank
sentral setempat. Selain itu, sebelum Perang Dunia II sistem ekonomi diatur
secara bebas melalui self-regulating dengan natural flow uang
dan modal. Kekacauan ekonomi yang pada saat itu terjadi juga
membawa sistem ekonomi internasional ke dalam fragmentasi seperti adanya “blok
Sterling”, “blok Dollar”, “blok Emas” serta Jerman, Jepang dan Italia yang
menciptakan Autarkic Empire.
Pada Perang Dunia I (1914-1919), Inggris
“kehilangan” kekuatan politiknya dengan Prancis, Jerman, dan Rusia. Pada
Perjanjian Versailles yang dilakukan setelah Perang Dunia I, para sekutu
pemenang perang tersebut lebih memilih untuk berkonsentrasi di bidang politik,
seperti batas wilayah nasional, koloni, keamanan dan ganti rugi akibat perang. Amerika Serikat yang awalnya tidak terlalu mempermasalahkan kegiatan
perekonomian, namun ketika terjadi Great Depression tahun 1929 yang
berdampak pada menurunnya kemampuan beli masyarakat, bangkrutnya
perusahaan-perusahaan besar hingga munculnya pengangguran, menyebabkan Amerika
Serikat fokus untuk memulihkan kondisi perekonomian. Sebagai respon dari krisis
ini, masa “peralihan” dari perang ini ditandai dengan mulai munculnya beberapa
kerja sama ekonomi antara negara-negara maju dan kapitalis. Runtuhnya Pax
Britannica digantikan oleh Pax Americana. Dampak lain Great
Depression adalah politik proteksionisme oleh negara untuk menjaga
perekonomiannya agar tidak kembali krisis. Hal ini sedikit menjadikan pula
politik Amerika Serikat berpindah haluan ke isolasionisme. Namun, politik
proteksionisme dan isolasionisme tersebut mendapatkan beberapa “pertimbangan”
oleh kaum Liberalis, seperti Adam Smith dan J. S. Mill. Smith menganggap bahwa
keuntungan nasional sebuah negara tidak semata-mata adalah kerugian negara
lainnya, namun dengan saling bekerja sama melalui sebuah pasar yang terbuka,
seluruh negara di dunia akan dapat saling menguntungkan.
Sedangkan Mill menganggap bahwa melalui perdagangan, perdamaian dapat
diwujudkan dan perang dapat dicegah – “commerce not only brought about
peace, but also rendered war obsolete”.
Singkatnya, situasi yang mendorong munculnya BWS
adalah karena pada saat itu perekonomian dunia telah memasuki babak baru,
dengan devaluasi yang kompetitif serta currency yang mengalami
naik-turun karena setiap blok ekonomi yang ada berusaha mengatasi permasalahan
pembayaran hutang serta permasalahan ekonomi lain at the expense of the
others. Setelah adanya babak baru tersebut, baru pada
sekitar pertengahan tahun 1930 Amerika Serikat mulai memiliki keinginan untuk
mengambil alih. Pertemuan di Bretton Woods ini dilakukan melalui beberapa
pertimbangan. Pertama, saat itu kekuatan dunia terkonsentrasi
hanya di beberapa wilayah, seperti Amerika Utara dan Eropa Barat sehingga
diperlukan sebuah kesepakatan yang dapat mengatur perekonomian dan perkembangan
seluruh dunia. Kedua, BWS dapat terwujud karena adanya kepercayaaan
negara-negara peserta bahwa kapitalisme dapat menjadi sistem perekonomian
dunia, yang kemudian digabungkan dengan Keynesianisme pasca-Perang Dunia II.
Yang terakhir, adanya kemampuan Amerika Serikat untuk menjadi pemimpin ekonomi
dunia. Menjelang akhir dan pasca Perang Dunia II, Amerika Serikat menikmati
pertumbuhan pasar yang besar dalam barang konsumsi, kapabilitas produksi yang meningkat,
dan kuatnya nilai mata uang. (tugas kuliah 2016)
Komentar
Posting Komentar