Perkembangan
Studi Hubungan International
SHI
didefinisikan sebagai studi tentang hubungan-hubungan atar negara. Definisi
tersebut berubah ketika aktor-aktor di dalam politik dunia bertambah dan bentuk
hubungan menjadi lebih kompleks. SHI sebenarnya juga mempelajari politik
internasional dengan fokus kajian yang lebih sempit mengenai interaksi
negara-negara dalam konteks power politics. Kedua, SHI adalah sebuah kajian
ilmu yang masih muda umurnya (diperkenalkan pertama kali tahun 1919). Ketiga,
patut diketahui bahwa SHI adalah sebuah disiplin ilmu yang terbentuk dari
gabungan dari beberapa disiplin ilmu sebelumnya. Beberapa disiplin ilmu
tersebut antara lain adalah :
1. Hukum internasional
2. Sejarah diplomasi
3. Ilmu kemiliteran
4. Politik internasional
5. Organisasi internasional
6. Perdagangan internasional
7. Pemerintahan jajahan
8. Pelaksanaan hubungan luar negeri
Perkembangan-perkembangan
di dalam SHI
1.
Perkembangan Epistemologi: ‘The Great Debates’
Di
antara ilmuwan SHI saat ini telah tercapai semacam kesepakatan atau konsensus bahwa
untuk memahami hubungan internasional penstudi HI bisa menggunakan paradigma
yang cocok untuk digunakan dalam menganalisis sebuah peristiwa. Terkait dengan
keberadaan paradigma di dalam SHI, setidaknya telah terjadi empat perdebatan
besar antara paradigma-paradigma yang ada. Fokus perdebatan tersebut adalah
seputar: 1.Apakah SHI tersebut berbicara tentang pemahaman (understanding) atau
penjelasan (explanation) dan 2. Pendekatan apa yang baiknya digunakan dalam
memahami ataupun menjelaskan sebuah peristiwa.
Debat pertama
terjadi dalam kurun waktu 1930-1950an, antara kelompok idealis (utopian
liberalism) dengan kelompok realis.
Debat kedua
di dalam perkembangan SHI terjadi pada dekade 1960an. Debat ini terjadi antara
dua kelompok yang berbeda dalam memahami SHI. Kelompok pertama adalah kelompok
tradisionalis, pemikir-pemikir awal SHI yang menekankan pada upaya ‘memahami’
(understanding) HI. Sementara kelompok kedua memiliki fokus yang berbeda, yaitu
tentang upaya ‘menjelaskan’ (explaining). Kelompok kedua ini disebut dengan
kelompok behavioralis.
Persoalan
ekonomi politik internasional (international political economy-IPE) ini menjadi
fokus debat ketiga di dalam SHI. Debat terjadi sepanjang dekade 1970-1980an antara kelompok neo-realis
dan neo-liberalis dengan kelompok Marxis.
Di
dalam debat keempat ini, yang menjadi fokus perdebatan antara
kelompok positivis dengan kelompok post-positivis, yang diwakili oleh teori
kritis, feminisme, poststrukturalisme, postkolonialisme, konstruktivisme dan
green politics, adalah hubungan antara teori dengan realita.
Patut
diketahui bahwa walaupun perdebatan di dalam SHI menunjukkan perkembangan
epistemologis di mana dominasi paradigma mainstream dipertanyakan, realita
menunjukkan bahwa paradigma utama SHI, terutama realisme dan liberalisme tetap
menjadi paradigma yang paling banyak digunakan. Pertama karena paradigma
realisme dan liberalisme adalah paradigma yang paling bisa memberikan
penjelasan teoritis terhadap fenomena hubungan internasional.
1. Perkembangan Ontologi
Isu-isu di dalam SHI kemudian meluas dan
tidak lagi melihat negara sebagai obyek kajian utama. Perluasan isu di dalam
SHI ini sangat terasa dengan globalisasi yang ditandai dengan penemuan-penemuan
teknologi dan semakin kaburnya batas-batas negara. Istilah ‘hubungan internasional’
bahkan dinilai tidak lagi cocok untuk digunakan mengingat luasnya kajian SHI.
2. Perkembangan Metodologi
Perhatian terhadap metodologi tidak
terlalu banyak diperhatikan, karena fokus tulisan mereka bukan pada upaya
menjelaskan, tapi lebih kepada hal-hal yang harusnya diterapkan di dunia agar
terhindar dari perang.
Berikut di bawah ini adalah penjelasan
lebih lanjut tentang metodologi positivis dan metodologi post positivis.
a. Metodologi Positivis
Patut
diketahui bahwa metodologi positivis di dalam HI memiliki tradisi
behavioralisme yang kuat. Pertama “dunia sosial dan politik, termasuk dunia
internasional, memiliki polapola yang bisa diterangkan melalui metodologi yang
tepat.
b. Metodologi Post Positivis
Untuk
diketahui post positvisme di dalam SHI tidak bisa dilihat sebagai satu
kesatuan. Ada berbagai pendekatan post positivis yang berbeda, Berikut di bawah
ini adalah beberapa aliran post positivis di dalam SHI :
1. Teori Kritis (Critical Theory)
Dalam hal ini kelompok Teori Kritis
menolak asumsi positivistik tentang “realitas eksternal yang obyektif,
pembedaan antara subyek dengan obyek dan ilmu sosial yang bebas nilai”
2. Postmodernisme
Kemunculan postmodernisme sendiri
diinisiasi oleh sekelompok filsuf Perancis yang menolak filsafat
eksistensialisme yang saat itu mendominasi. Apabila kemampuan postmodernis
untuk menggugah dunia akademik dianggap sebagai sebuah kekuatan, kelemahan
postmodernisme terletak pada klaimnya bahwa ilmu sosial tidak bisa netral.
3. Konstruktivisme
Kelompok konstruktivis melihat bahwa
obyektivitas di dalam ilmu sosial adalah bentukan manusia (human construction)
dan atas kesadaran manusia itu sendiri (human consciousness). Fokus perhatian
kelompok konstruktivis adalah penjelasan saintifik yang diklaim oleh kelompok
behavioralis.
Di
Mana Posisi SHI Sekarang?
Perjalanan
HI sebagai sebuah kajian yang terpisah dan memiliki kekhasan tersendiri dari
ilmu politik telah membawa SHI sebagai ilmu yang didominasi oleh kelompok
tertentu saja, dalam hal ini akademisi dari AS. Hal ini bisa terlihat dari
jumlah akademisi HI dan terbitan jurnal HI yang memang lebih banyak berasal
dari dua kawasan tersebutpaya untuk mengimbangi dominasi Barat, di dalam SHI
mulai terlihat ketika pasca Perang Dingin komunitas HI melihat ketidakrelevanan
teori-teori HI dalam menerangkan fenomena-fenomena HI di kawasan non Barat. Patut
untuk diperhatikan bahwa potensi untuk membuat teori HI non Barat itu ada,
namun mengalami beberapa hambatan, antara lain karena beberapa hal.
Pertama,
terkait dengan kesenjangan antara kajian-kajian yang sifatnya kewilayahan yang
disebut subsistemik dengan kajian-kajian yang sifatnya sistemik. Di dalam SHI
kajian-kajian sistemik terkait dengan pembahasan realisme, liberalisme, English
School, masyarakat internasional, globalisasi dan perekonomian dunia lebih
mendapatkan perhatian dari pada kajian kewilayahan
Kedua, ketertinggalan
THI di dunia non Barat terkait dengan perbedaan pendapat tentang apa yang
dimaksud dengan teori hubungan internasional
Ketiga, ketertinggalan
THI non Barat terkait dengan masih besarnya pengaruh Barat di beberapa tempat.
Pengaruh ini bisa dilihat dari besarnya jumlah literatur Barat yang dijadikan
buku teks HI, sementara buku-buku teks buatan lokal sangat terbatas jumlahnya.
Keempat,
kondisi ketertinggalan THI non Barat juga ditentukan oleh infrastruktur
pendidikan yang ada.
Tulisan
ini telah memberikan gambaran tentang perjalanan SHI sebagai ilmu pengetahuan
yang memiliki kekhususan tersendiri. Dari pembentukannya sebagai sebuah kajian
yang terpisah dari ilmu politik pada tahun 1919, SHI telah banyak mengalami
perubahanperubahan secara keilmuan (epistemologi, ontologi maupun metodologi).
Perbedaanperbedaan cara pandang menunjukkan SHI bukan sebuah disiplin ilmu
biasa. Perdebatan paradigma (The Great Debates) adalah bukti kekuatan SHI dalam
memberikan tawaran berbagai macam teori dalam memahami dan menjelaskan fenomena
hubungan internasional.
Komentar
Posting Komentar