Pasar Bebas Uni Eropa
Uni
Eropa, sebuah topik yang menarik bagi negara-negara di kawasan mana pun untuk
menjadi contoh atau rujukan bagaimana integrasi ekonomi negara-negara dalam
satu kawasan bisa berlangsung dengan baik. Namun apakah integrasi tersebut
memang berjalan dengan baik? Dan apakah integrasi tersebut tidak menuju ke
pembentukan sebuah ”negara”, terlebih dengan munculnya Parlemen Uni Eropa dan
Kementrian Uni Eropa? Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya bisa dijawab bila
kita mengikuti perkembangan Uni Eropa sejak pasca perang dunia kedua hingga
saat ini. Negara-negara Uni Eropa telah berupaya mencapai kesatuan ekonomi
internal atau integrasi ekonomi yang lebih besar tidak hanya dengan menetapkan
nilai tukar mata uangnya secara bersama yang kita kenal sekarang sebagai Euro ,
akan tetapi juga melalui tindakan-tindakan secara langsung untuk membebaskan
arus lalu lintas barang-barang, jasa-jasa, dan factor-faktor produksi.
Pembebasan lalu lintas dalam hal ini adalah interaksi antar Negara bangsa
(nation state) di sebuah ruang lingkup regional yang berciri satu budaya dan
kemudian membentuk perdagangan pasar bebas.
Upaya-upaya
eropa untuk meningkatkan efisiensi mikroekonomi-nya melalui adanya suatu
kebakuan nilai tukar bersama yang tertumpu pada stabilitas makroekonomi. Fase
paling akhir dari rangkainan usaha liberlisasi pasar uni eropa adalah suatu
rencana besar dan ambisius yang dikenal dengan sebutan inisiatif “1992” karena
semua tujuannya diharapkan akan dilaksanakan pada tanggal 1 januari 1993.
Proses penyatuan pasar dimulai ketika para Negara anggota asli uni eropa
melakukan penyatuan pabean pada tahun 1957 yang ternyata tidak kunjung selesai
hingga 30 tahun kemudian. Dalam sejumlah sector industry seperti sector
otomotif dan telekomunikasi, perdagangan antar-negara di eropa amat terhambat
oleh begitu bergamnya peraturan pemerintah mengenai standarisasi registrasi
produk; seringkali praktek-prektek pembelaanjaan oleh pemerintah atau pemberian
lisensi oleh pemerintah member keuntungan monopoli kepada produsen di pasar
domestic. Faktor penghambat lainnya adalah perbedaan struktur perpajakan da
peraturan mengenai standar kesehatan dan keselamatan kerja di masing-masing
Negara eropa. Sebagai contoh, negara-negara yang memungut pajak nilai tambah
yang tinggi harus menempatkan para petugas bea-cukainya di sepanjang perbatasan
untuk mencegah warganya berbelanja di negara-negara yang pajaknya rendah. Atas
dasar hal yang sama, pemeriska pabean juga dilakukan secara ketat untuk
melaksanakan standar produk nasional. Aneka rupa hambatan yang signifikan juga
ditemui dalam pergerakan faktor produksi di eropa. Pada bulan juni1985, organ
eksekutif uni eropa, yakni komisi eropa, mengeluarkan white paper yang berisi
300 butir usulan bagi penyelesaian penciptaan pasar internal (completing the
internal market) pada tahun 1992, yang dimaksudkan untuk menghapus semua
hambatan internal yang masih ada terhadap lalu lintas perdangan, pergerakan
modal dan perpindahan tenaga kerja diantara negara-negara anggota.
Dalam
“Pakta Tunggal Eropa” (Single European Act 1986) yang mengubah anggaran dasar
uni eropa yang semula didasarkan pada Pakta Roma (Treaty of Rome),
negara-negara anggota uni eropa mengambil langkah krusial untuk mewujudkan White
Paper 1992 tersebut. Langkah yang paling penting adalah, mereka Menaggalkan
persyaratan yang tercantum dalam Treaty of Rome mengenai persetujuan mutlak
guna melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan penciptaan pasar
bersama, sehingga dengan demikian satu atau dua Negara anggota uni eropa yang
mementingkan kepentingan diri sendiri tidak akan bias lagio menghambat
tindakan-tindakan liberalisasi perdagangan seperti pada masa sebelumnya. Itu
berarti The single European Act merupakan alat procedural bagi komisi Eropa
untuk mencapai tujuan ambisius Uni Eropa yaitu menciptakan suatu “Pasar
internal yang meliputi suatu wilayah tanpa perbatasan internal yang menjamin
kebebasan arus lalu lintas barang, orang, jasa dan modal”.
Uni Eropa dan Moneter
Eropa
Kelembagaan
EMS yang terdahulu, yang dicirikan dengan seringnya dilakukan penyesuaian ulang
terhadap batas fluktuasi nilai tukar mata uang-mata uang dari semua Negara yang
menjadi anggotanya dan masih sedemikian luasnya kendali pemerintah dalam arus
pergerakan modal, meninggalkan ruang gerak yang cukup luas bagi setiap Negara
anggotannya guna memnfaatkan dan menjalankan kebijakan-kebijakan moneter
nasionalnya dalam rangka menggapai kepentingan nasionalnya sendiri. Pada tahun
1989, suatu komite yang diketuai oleh Jaques Delors, Presiden Komisi Eropa,
merekomendasikan suatu transisi tiga tahap untuk tujuan seperti yang
digambarkan pada ujung kedua dari spectrum di atas. Tujuan tersebut adalah
pembentukan suatu Uni Ekonomi dan Moneter (Economic and Monetery Union- EMU),
suatu bentuk radikal kelembagaan Uni Eropa di mana mata uang nasional setiap
Negara digantikan dengan suatu mata uang nasional setiap Negara digantikan
dengan suatu mata uang tunggal Uni Eropa yang dikelola oleh satu bank sentral
regional Eropa yang bekerja mengatasi dan mengatasnamakan semua Negara anggota
Uni Eropa.
Pada
tanggal 10 desember 1991, para pemimpin dari Negara-negara Uni Eropa bertemu di
Maastricht, sebuah kota kuno di negeri Belanda, dan sepakat untuk memintakan
ratifikasi rakyat atau parlemen masing-masing untuk mengubah naskah dasar Pakta
atau Perjanjian Roma (Treaty of Rome). Perubahan ini dimaksudkan untuk
menempatkan Uni Eropa pada jalur yang tepat menuju terciptannya EMU. Disebutkan
juga dalam Perjanjian Maastricht, yang tebal naskahnya mencapai 250 halaman
itu, bab yang menyebutkan untuk memulai tahap kedua dari rencana delors pada
tanggal 1 januari 1999. Sebagai tambahan untuk bab-bab mengenai kebijakan
moneter, perjanjian Maastricht memasukkan langkah - langkah rinci untuk penyelarasan
kebijakan social dalam Uni Eropa (seperti penyeragaman standart keselamatan
tempat kerja, perlindungan konsumen, dan peraturan-peraturan keimigrasian)
serta pemusatan keputusan-keputusan dalam kebijakan luar negeri dan pertahanan
yang pada saat ini masih diputuskan secara independen oleh masing-masing Negara
Uni Eropa. Pada tahun 1993, semua Negara anggota Uni Eropa (saat itu baru 12
negara) telah meratifikasi Traktat Maastricht . Ketika bergabung ke dalam UE di
tahun 1995, Austria, Finlandia dan Swedia menerima keseluruhan isi Traktat itu
(dan berbagai ketentuan hukum UE lainnya). (tugas kuliah)
Komentar
Posting Komentar